Sabtu, 02 April 2011

Penderitaan yang di alami




Empat tahun sudah, derita korban lumpur Lapindo di Sidoardjo menanti penyelesaian ganti rugi yang hingga kini terkatung-katung. Dalam penyelesaiannya yang pernah disepakati antara managemen PT Minarak Lapindo Jaya dengan warga korban lumpur tahun lalu, pihak Lapindo berjanji akan menyelesaikan persoalan yang didera warga, sebelum akhir tahun lalu. Tetapi kenyataannya masih saja tersisa puluhan bahkan ratusan kepala keluarga yang belum memperoleh dana kompensasi yang mereka tunggu-tunggu seperti dijanjikan.Waktu telah berlalu seiring dengan keinginan memperoleh ganti rugi yang layak dan pantas warga pun seolah tenggelam ke dalam lautan lumpur. Berbagai upaya untuk memperoleh ganti berulang kali pernah dilakukan warga. Mereka tidak hanya mendatangi pengelola dan pemilik PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) di Sidoardjo, tetapi juga berbondong-bondong 'ngeluruk' ke Surabaya, dan bahkan ke Istana Merdeka di Jakarta. Namun hingga kini upaya warga seolah menemui jalan buntu.Kita memaklumi kondisi finansial PT MLJ saat ini sudah tidak memungkinkan lagi untuk membayar ganti rugi kepada korban. Kita pun sangat maklum bahwa upaya yang telah ditempuh managemen PT MLJ telah pula mengeluarkan dana milyaran rupiah. Akan tetapi, apakah kita juga akan memaklumi bila manajemen PT Minarak Lapindo Jaya menggantung nasib para korban lumpur selama hampir tiga tahun untuk memperoleh kepastian ganti rugi tanah-tumpah darah mereka. Rasanya tidaklah bijak bila PT MLJ hingga kini belum menyelesaikan ganti-rugi pada warga korban lumpur yang telah menanti kepastian
yang hingga kini masih banyak menanggung derita tak berujung itu. 

Kami rasa semua orang yang masih memiliki nurani dan pernah mengalami hal yang sama seperti yang dirasakan saudara-saudara kita di Porong Sidoardjo, pasti akan mengabulkan permintaan warga korban lumpur ketika menagih janji yang pernah diucapkan pihak pengelola Lapindo untuk segera menyelesaikan persoalan ganti rugi di hadapan presiden.Akan tetapi persoalan uang terkadang membuat kita terbius. Janji yang pernah terucap di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun ternyata tidak berjalan mulus. Berbagai dalih dengan segudang angka-angka sebagai bukti bahwa Lapindo pernah dan telah menyelesaikan pengucuran dana seperti yang dijanjikan di hadapan SBY bulan lalu. Namun fakta lapangan menunjukkan masih banyak warga korban lumpur yang luput ketika dana ganti rugi dikucurkan.Alih-alih para korban lumpur itu telah menerima gelontoran dana ganti rugi yang semula dijadwalkan tuntas awal November tahun lalu, ditenggok para pejabat pengelola pengeboran minyak dan gas bawah tanah di Sidoardjo pun jarang bisa terwujud. Jangankan menemui warga korban lumpur, didatangi ke kantornya berulang kali sulit ditemui. Mereka lebih asyik melakukan kalkulasi kerugian dana yang telah dikeluarkan pihak management PT Minarak Lapindo Jaya, dari pada memperhitungkan derita seumur hidup warga.Rasanya tidaklah pantas melakukan kalkulasi untung-rugi di saat sebagian besar korban lumpur Lapindo kini dirundung duka. Bagaimana kita tidak ikut merasakan derita warga yang kini tercerabut dari akar sebuah komunitas di mana mereka lahir dan dibesarkan. Bagaimana kita tidak ikut merasakan getirnya bibir bayi yang terpaksa menenggak air tajin tatkala para pejabat PT Lapindo masih saja menyoal besar-kecilnya ganti-rugi yang harus dibayarkan.

Rasanya tidaklah elok bila tanggungjawab yang semestinya ditanggung oleh PT Minarak Lapindo Jaya kemudian dilimpahkan pada negara. Naga-naganya upaya ke arah penyelesaian ganti rugi warga korban lumpur akan diupayakan para pemegang saham PT MLJ untuk meminta pertanggungjawaban negara. Kalau hal itu terjadi, menurut hemat kami, para pengelola PT MLJ tidak pantas disebut sebagai pengusaha berjiwa kasatria. Kenapa demikian? Sebab, semua orang mengetahui bahwa penyebab muncratnya lumpur akibat kelalaian, sekecil apapun bentuknya, operator dan teknisi yang tidak cermat itu masih menjadi tanggungjawab management PT MLJ?
Sangat tidak masuk akal bila, muncratnya lumpur dari dalam kerak bumi kemudian dikait-kaitkan dengan rentetan gempa yang melanda Jogja waktu itu, untuk menjustifikasi agar tragedi lumpur dapat ditarik menjadi bencana nasional; dan dengan demikian pemerintahlah yang mesti ikut bertanggungjawab. Sungguh sangat ironis sekali. Mudah-mudahan pemerintah lebih cermat dalam menyikapi hal itu. Jangan sampai sepeserpun dana digulirkan berasal dari kocek pemerintah, sedang para pemegang saham Lapindo cuci tangan. Jangan dikira rakyat mudah dikelabuhi mereka dengan pelbagai manuver-manuver untuk mengecoh pandangan mata. Sebab, derita mereka juga derita kita.Kita semua berharap PT Lapindo Minarak Jaya tidak ingkar janji dan secepatnya memenuhi kewajibannya dalam waktu yang tidak terlalu lama. Semoga saja.

0 komentar:

Posting Komentar