Senin, 18 April 2011

Tanggung jawab





 
Tanggung jawab adalah sesuatu yang harus kita lakukan agar kita menerima sesuatu yang di namakan hak.Tanggung jawab merupakan perbuatan yang sangat penting dilakukan dalam kehidupan sehari-hari,karena tanpa tanggung jawab,maka semuanya akan menjadi kacau.Contohnya saja adalah jika seorang ayah tidak melakukan tanggung jawabnya mencari nafkah,maka keluarganya akan sengsara. Bagaimanapun juga tanggung jawab menjadi nomor satu di dalam kehidupan seseorang.Dengan kita bertanggung jawab,kita akan dipercaya orang lain,selalu tepat melaksanakan sesuatu,mendapatkan hak dengan wajarnya. Seringkali orang tidak melakukan tanggung jawabnya,mungkin di sebabkan oleh hal hal yang membuat orang itu lebih memilih melakukan hal di luar tanggung jawabnya.Sebagai contohnya,seorang pelajar mempunyai tanggung jawab belajar,sekolah,tapi karena ada game atau ajakan teman yang tidak baik untuk bolos sekolah,maka seorang anak itu bisa saja melalaikan tanggung jawabnya untuk bermain/bolos sekolah. Jika kita melalaikan tanggung jawab,maka kualitas dari diri kita mungkin akan rendah.Maka itu,tanggung jawab adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan,karena tanggung jawab menyangkut orang lain dan terlebih diri kita.

Mengenai penerapan tangguang jawab saya akan menceritakan pengalaman pribadi saya.Saya adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara dan saya merupakan anak laki satu-satunya dalam keluarga ini.Sejak kecil saya sudah dididik untuk dapat bertangguang jawab atas semua perilaku saya.Sebagai salah satu contoh dulu ketiak saya masih berada di kelas 1 SMP saya pernah punya kasus kecil yang mengharuskan memanggil orang tua saya.Namun ketika saya memberitahukan kepada ayah saya untuk datag ke sekolah, ayah saya menolaknya.Tadinya saya fikir beliau sangat marah kepada saya sehinnga menolak datang tapi kenyataanya tidak. Beliau hanya berkata “selesaikan masalah yang telah kamu buat sendiri”. Setelah saya berfikir mungkin ini cara ayah saya untuk mendidik saya menerapkan rasa tanggung jawab.Lalu pengalaman yang selanjutnya adalah ketika saya lulus SMK dan harus memilih Perguruan Tinggi dan Jurusan apa yang harus saya pilih.Ayah saya tidak mengharuskan saya untuk menuruti segala kemauannya.Beliau hanya memberi saran-saran saj kepada saya.Dan sekali lagi beliau menunjukan kebijaksanaannya ia berkat kepada saya “Apapun pilihan kamu nanti bapak akan mendukung asalkan semuanya bisa dipertanggung jawabkan dan jangan main-main”. Baik sama diri kamu sendiri, sama keluarga dan tentu sama ALLAH SWT , baik buruknya nanti kamu yang akan menentukan.Dan saya sangat bangga memiliki orang tua sepertinya yang dapat menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya.

Mungkin sekian yang pengalamn yang dapat saya ceritakan semoga dapat bermanfaat bagi yang membaca.

Kegelisahan

Pengertian Kegelisahan
Kegelisahan berasal dari kata gelisah, yang berarti tidak tenteram hatinya, selalu merasa kwatir tidak tenang, tidak sabar, cemas. Sehingga kegelisahan merupakan hal yang menggambarkan seseorang tidak tentram hati maupun perbuatannya, merasa kwatir, tidak tenang dalam tingkah lakunya, tidak sabar ataupun dalam kecemasan. Kegelisahan merupakan salah satu ekspresi kecemasan. Karena itu dalam pengertian sehari-hari kegelisahan juga diartikan kecemasan, kekwatiran ataupun ketakutan. Sigmund Freud ahli psikoanalisa berpendapat, bahwa ada tiga macam kecemasan yang menimpa manusia yaitu kecemasan kenyataan (obyektif), kecemasan neorotik dan kecemasan moril.
Kecemasan obyektif adalah suatu pengalaman perasaan sebagai akibat pengamatan atau suatu bahaya dalam dunia luar.  Pengalaman bahaya dan timbulnya kecemasan mungkin dari sifat pembawaan, dalam arti kata, bahwa seseorang mewarisi kecenderungan untuk menjadia takut kalau ia berada dekat dengan benda-benda tertentu dalam keadaan tertentu dari lingkungan..
Kecemasan neorotis timbul karena pengamatan tentang bahaya dari naluriah Menurut Sigmund Freud kecemasan ini dibagi tiga macam yakni; kecemasan yang timbul karena penyesuaian diri dengan lingkungan, bentuk ketakutan yang irasional (phobia) dan rasa takut lain karena gugup, gagap dan sebaganya.
Kecemasan moril disebabkan karena pribadi seseorang. Tiap pribadi memiliki bermacam-macam emosi atnra lain: iri, dengki, marah, gelisah, cinta, rasa kurang. Semua itu merupakan sebagian dari pernyataan individu secara keseluruhan berdasarkan konsep yang kurang sehat. Sikap seperti itu sering membuat orang merasa kwatir, cemas, takut gelisah dan  putus asa.
Bila dikaji sebab-sebab orang gelisah adalah karena hakekatnya orang takut kehilangan hak-haknya. Hal itu adalah akibat dari suatu ancaman, baik ancaman dari dalam maupun dari luar. Mengatasi kegelisahan ini pertama-tama dimulai dari diri kita sendiri, yaitu kita harus bersikap tenang. Dengan sikap tenang kita dapat berpikir tenang, sehingga segala kesulitan dapat kita atasi.
 
Pengalaman saya mengenai kegelisahan adalah ketika saya menuju masa-masa pengumuman kelulusan semasa masih duduk dibangku SMK dulu.Ketika keesokan harinya adalah akan diumumkannya keputusan lulus atau tidaknya saya saya sempat merasakan gelisah yang cukup dalam.Ketika malam hari banyak dari teman-teman saya yang mengirim sms kepada saya yang membicarakan desas-desus tentang hasil kelulusan besok.Banyak dari mereka yang mengatakan bahwa sekolah kami mencapai kelulusan 100%, namun hal itu tetap tidak membuat saya tenang karena itu belum disertai dengan bukti-bukti yang cukup. Karena kegelisahan saya itu, saya hamper tidak tidur semalaman karena memikirkan hari esok.Mata saya seolah tidak mau terpejam, detak jantung pun agak tak menentu bila memikirkan akan mendapat hasil yang tak diinginkan.Selama hampir semalaman fikiran saya terus melayang memirkan hal itu. Dan keesokan harinya kegelisahan saya akhirnya terjawab saya dan teman 1 kelas saya mendapatkan kelulusan yang cukup membuat gelisah seluruh siwa-siswi di sekolah kami.Dibawah ini adalah gambaran kegembiraan saya dan teman-teman sekaligus kenangan yang takkan terlupakan bagi kami semua.







Sabtu, 02 April 2011

Penderitaan yang di alami




Empat tahun sudah, derita korban lumpur Lapindo di Sidoardjo menanti penyelesaian ganti rugi yang hingga kini terkatung-katung. Dalam penyelesaiannya yang pernah disepakati antara managemen PT Minarak Lapindo Jaya dengan warga korban lumpur tahun lalu, pihak Lapindo berjanji akan menyelesaikan persoalan yang didera warga, sebelum akhir tahun lalu. Tetapi kenyataannya masih saja tersisa puluhan bahkan ratusan kepala keluarga yang belum memperoleh dana kompensasi yang mereka tunggu-tunggu seperti dijanjikan.Waktu telah berlalu seiring dengan keinginan memperoleh ganti rugi yang layak dan pantas warga pun seolah tenggelam ke dalam lautan lumpur. Berbagai upaya untuk memperoleh ganti berulang kali pernah dilakukan warga. Mereka tidak hanya mendatangi pengelola dan pemilik PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) di Sidoardjo, tetapi juga berbondong-bondong 'ngeluruk' ke Surabaya, dan bahkan ke Istana Merdeka di Jakarta. Namun hingga kini upaya warga seolah menemui jalan buntu.Kita memaklumi kondisi finansial PT MLJ saat ini sudah tidak memungkinkan lagi untuk membayar ganti rugi kepada korban. Kita pun sangat maklum bahwa upaya yang telah ditempuh managemen PT MLJ telah pula mengeluarkan dana milyaran rupiah. Akan tetapi, apakah kita juga akan memaklumi bila manajemen PT Minarak Lapindo Jaya menggantung nasib para korban lumpur selama hampir tiga tahun untuk memperoleh kepastian ganti rugi tanah-tumpah darah mereka. Rasanya tidaklah bijak bila PT MLJ hingga kini belum menyelesaikan ganti-rugi pada warga korban lumpur yang telah menanti kepastian
yang hingga kini masih banyak menanggung derita tak berujung itu. 

Kami rasa semua orang yang masih memiliki nurani dan pernah mengalami hal yang sama seperti yang dirasakan saudara-saudara kita di Porong Sidoardjo, pasti akan mengabulkan permintaan warga korban lumpur ketika menagih janji yang pernah diucapkan pihak pengelola Lapindo untuk segera menyelesaikan persoalan ganti rugi di hadapan presiden.Akan tetapi persoalan uang terkadang membuat kita terbius. Janji yang pernah terucap di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun ternyata tidak berjalan mulus. Berbagai dalih dengan segudang angka-angka sebagai bukti bahwa Lapindo pernah dan telah menyelesaikan pengucuran dana seperti yang dijanjikan di hadapan SBY bulan lalu. Namun fakta lapangan menunjukkan masih banyak warga korban lumpur yang luput ketika dana ganti rugi dikucurkan.Alih-alih para korban lumpur itu telah menerima gelontoran dana ganti rugi yang semula dijadwalkan tuntas awal November tahun lalu, ditenggok para pejabat pengelola pengeboran minyak dan gas bawah tanah di Sidoardjo pun jarang bisa terwujud. Jangankan menemui warga korban lumpur, didatangi ke kantornya berulang kali sulit ditemui. Mereka lebih asyik melakukan kalkulasi kerugian dana yang telah dikeluarkan pihak management PT Minarak Lapindo Jaya, dari pada memperhitungkan derita seumur hidup warga.Rasanya tidaklah pantas melakukan kalkulasi untung-rugi di saat sebagian besar korban lumpur Lapindo kini dirundung duka. Bagaimana kita tidak ikut merasakan derita warga yang kini tercerabut dari akar sebuah komunitas di mana mereka lahir dan dibesarkan. Bagaimana kita tidak ikut merasakan getirnya bibir bayi yang terpaksa menenggak air tajin tatkala para pejabat PT Lapindo masih saja menyoal besar-kecilnya ganti-rugi yang harus dibayarkan.

Rasanya tidaklah elok bila tanggungjawab yang semestinya ditanggung oleh PT Minarak Lapindo Jaya kemudian dilimpahkan pada negara. Naga-naganya upaya ke arah penyelesaian ganti rugi warga korban lumpur akan diupayakan para pemegang saham PT MLJ untuk meminta pertanggungjawaban negara. Kalau hal itu terjadi, menurut hemat kami, para pengelola PT MLJ tidak pantas disebut sebagai pengusaha berjiwa kasatria. Kenapa demikian? Sebab, semua orang mengetahui bahwa penyebab muncratnya lumpur akibat kelalaian, sekecil apapun bentuknya, operator dan teknisi yang tidak cermat itu masih menjadi tanggungjawab management PT MLJ?
Sangat tidak masuk akal bila, muncratnya lumpur dari dalam kerak bumi kemudian dikait-kaitkan dengan rentetan gempa yang melanda Jogja waktu itu, untuk menjustifikasi agar tragedi lumpur dapat ditarik menjadi bencana nasional; dan dengan demikian pemerintahlah yang mesti ikut bertanggungjawab. Sungguh sangat ironis sekali. Mudah-mudahan pemerintah lebih cermat dalam menyikapi hal itu. Jangan sampai sepeserpun dana digulirkan berasal dari kocek pemerintah, sedang para pemegang saham Lapindo cuci tangan. Jangan dikira rakyat mudah dikelabuhi mereka dengan pelbagai manuver-manuver untuk mengecoh pandangan mata. Sebab, derita mereka juga derita kita.Kita semua berharap PT Lapindo Minarak Jaya tidak ingkar janji dan secepatnya memenuhi kewajibannya dalam waktu yang tidak terlalu lama. Semoga saja.

Pandangan Tentang Hukum di Indonesia

 
Jika mencari keadilan hakiki di muka bumi, itu tak akan mungkin bisa ditemui. Indra Azwan (51) tidak menuntut sejauh itu. Dia hanya berharap ada hukuman yang setimpal bagi anggota polisi Kompol Joko Sumantri.
Menurut warga Desa Watu Barat, Kabupaten Malang, Jawa Timur, itu, Joko-lah yang harus bertanggung jawab atas tewasnya sang putra, Rifki Andika (7), dalam sebuah kecelakaan 17 tahun silam, tepatnya tahun 1993. Namun, selama kurun waktu itu, keadilan ternyata tidak pernah datang.
Akhirnya dengan semangat mencari keadilan, dia pun nekat melakukan aksi jalan kaki dari Malang sampai ke Jakarta. "Ini jalan terakhir. Saya sudah mentok meminta keadilan ke mana-mana, mulai dari Komnas HAM, Satgas Mafia Hukum, Ombudsman, semuanya," tutur Indra ketika ditemui wartawan di LBH Jakarta, Jumat siang.
Dia berangkat dari desanya pada Selasa, 8 Juni 2010, hanya berbekal uang Rp 500.000, dua pasang sepatu, dan semangat. Dia berjalan kaki dengan tekad minta keadilan. "Perjalanan saya selama 22 hari. Saya awali setelah shalat Subuh sampai pukul 21.00 WIB. Berbekal peta dan baju lima lembar, selama perjalanan memakai dua sepatu bergantian," tuturnya.
Perjalanan itu mengakibatkan dua kuku kakinya hampir copot. "Kulit kaki sudah kapalan," ujarnya menambahkan. Tapi, semua itu tidak pernah dirasakannya. "Hati saya yang sakit, Mas. Keadilan itu cuma untuk orang kaya," katanya dengan geram.
Dia pun bercerita tentang peristiwa kelam yang dialami buah hatinya. Kisah duka itu terjadi sekitar 17 tahun silam. Rifki, putra pertamanya, tertabrak sepeda motor yang dikemudikan seorang anggota Polri, Joko Sumantri, saat akan menyeberang jalan.
Mulanya, proses hukum kasus itu sempat berjalan, tapi hanya sesaat. Beberapa lama kemudian, kabar proses hukum kasus ini bagai raib "ditelan bumi". Indra tidak pernah memperoleh kabar apa pun tentang perkembangan proses hukum kasus ini. "Sampai akhirnya, pada tahun 2008, anggota Polri itu disidang di PN Malang. Tapi anehnya, dia langsung divonis bebas oleh hakim. Hakim membebaskan, dengan alasan kasus sudah kedaluwarsa," katanya dengan nada tinggi.
Dia mengaku kesal dengan keputusan tersebut. Dirinya merasa diperlakukan tidak adil. "Polisi itu sampai sekarang masih dinas di Polda Jatim," ujarnya.

"Saya sudah sempat melaporkan masalah ini ke anggota Komisi III DPR, Azis Syamsuddin. Tapi, sampai sekarang belum ada tindak lanjut. Mereka hanya bisa janji-janji saja," katanya. Dirinya juga pernah melapor ke Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. "Bertemu dengan salah satu stafnya, katanya akan dipelajari," ujarnya.
Namun, berbulan-bulan belum ada kabar, sampai beberapa minggu lalu, Azwan menghubungi lagi salah satu staf Satgas. "Tapi, jawabannya menyakitkan. Dia bilang, itu bukan urusan kami. Itu tugas Deputi Hukum, katanya. Saya kecewa dia ngomong seperti itu," tutur pria berkacamata itu. Sampai akhirnya, dia nekat melakukan aksi jalan kaki Malang-Jakarta untuk menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dari kantor LBH, Indra kembali berjalan kaki menuju Istana Negara. Diiringi sejumlah sukarelawan yang menemaninya, dan dikawal polisi bersepeda motor, dia berjalan lewat kawasan Menteng, Bundaran HI, langsung ke Jalan Medan Merdeka Barat dan Istana Negara.
Sampai di depan Istana, dia sempat bertemu dengan putrinya, Dwi Anita Rahmania, yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat. "Saya langsung ke sini (depan Istana) begitu mendengar Bapak datang ke Jakarta dengan berjalan kaki," ujar sang putri. Pertemuan mengharukan pun terjadi, keduanya saling berangkulan sambil menangis.
Di depan Istana, Indra sempat melakukan orasi. Dua janda pahlawan, Soetarti dan Timoria, sempat menemuinya. Keduanya memberikan dukungan karena merasa senasib mendapat perlakuan tidak adil.

Dengan berdasarkan cerita di atas saya menilai bahwa sesungguhnya hukum di inidonesia masih belum berjalan dengan baik, bahkan banyak yang mengatakan hukum di indonesia itu bisa dibeli atau keadilan hanya didapatkan untuk orang yang ber-uang saja (kaya).Memang terdengar agak riskan jika hanya melihat pada satu sisi kasus saja.Namun jika ingin memperbaiki citra tentang hukum alangkah baiknya kasus ini diselesaikan sampai tuntas.Bukankah Negara ini adalah Negara hukum, jadi jika hukum tidak dapat ditegakan dengan sebaik-baiknya masih pantaskah Negara ini disebut Negara hukum…?    

Menurut  pendapat saya sebagai seorang mahasiswa seharusnya hukum ditegakan tanpa pandang bulu, entah apakah seorang itu kaya atau miskin, atau orang tersebut dipandang besar namun hukum tetaplah hukum.Jika seseorang bersalah maka dia harus menerima ganjaran atas apa yang dilakukan.

”Jika terdapat ucapan yang kurang berkenan atau menyinggung mohon maaf yang sebesar-besarnya”